Kuat tidaknya seseorang tergantung berapa besar cobaan yang dialaminya. Semakin besar cobaannya maka semakin kuatlah dia. Banyak orang yang sukses terlahir dari kegemelutan kehidupan yang tidak biasa. Kebanyakan dari keluarga yang sangat sederhana dan memiliki problema kehidupan yang kompleks. Lika-liku kehidupan itulah yang membuat dia tegar, kuat, dan semakin dekat dengan Robb-nya. Al-hasil, Allah yang selalu menepati janjiNya, menjadikannya ia sukses dan berhasil. Hal itulah yang menyebabkan aku suka sekali mendengar cerita-cerita kehidupan seseorang. Banyak pelajaran yang didapat. Ternyata kehidupan seseorang yang kita kira bahagia penuh dengan cobaan yang beraneka ragam, yang mungkin jika aku yang mengalaminya tidak bisa setegar dan sekuat mereka. Salah seorang teman yang ku kenal dari SMP, Husna, itulah nama yang biasa aku panggil. Nama lengkapnya Khairul Husna Parinduri. Kalau aku tidak salah dia anak ketiga dari empat bersaudara. Dia memiliki abang, kakak, dan adik perempuan. Ayahnya meninggalkan dia bersama ibu, kakak, abang, dan adiknya. Meninggalkan bukan karena Allah telah memanggilnya, namun ayah dan ibunya telah bercerai, dia tidak menceritakan alasannya padaku. Ibunya juga tidak terlalu peduli padanya. Sejak itulah petualangannya dimulai.
Aku hanya mengetahui kisah hidupnya dari dia duduk SMP, teman sekelasku. Dia tinggal dengan kakek dan neneknya di rumak waknya. Perjuangannya ke sekolah aja sudah sangat luar biasa. Dia harus berjalan kaki dari Simpang Melati ke SMP 41, ehmm...kira-kira 1 km. Katanya sich biar hemat. Dia juga harus berjualan untuk membiayai sekolahnya. Aku ingat pertama sekali ia membawa jualannya dia malu, yah aku dengan semangat membantu dia berjualan. “Kue bawang dan cheestik ala Husna, ayo beli..ayo beli...”. Itulah yang aku lakukan di kelas. Dan laku keras, karena memang enak, emmm jadi pengen lagi. He..he... “Husna buat kuenya sama ibu husna, ngerjainnya malam-malam”, itulah jawabannya ketika aku bertanya kapan dia membuat kue itu. Dia pernah bercerita bahwa memang pertumbuhannya agak lambat, makanya ngomongnya agak celat. Dan aku juga tau bahwa dia memang tidak pintar secara kognitif, tapi dia menang di emosional dan spiritual yang hal ini langka dimiliki oleh orang. Dan itulah sebenarnya kunci dari sebuah kesuksesan. Karena kognitif akan mengalir jika yang kedua hal itu telah dimiliki.
Ternyata pertemanan kami berlanjut hingga kami SMA, aku dan dia diterima di SMA N 15 Medan, namun kami tidak sekelas. Kelasnya disebelah kelasku. Aku sering mendengar dia di ejek dengan teman-teman yang lain. Ya, aku tahu sejak SMP dia selalu di caci oleh teman-teman hingga sampai aku menulis cerita ini masih ada aku dengar ejekan orang padanya. Aku sendiri tidak mengerti apa yang sering di tertawakan mereka. Sebuah perubahan besar yang terkesan tiba-tiba bagiku. Dia memang menggunakan jilbab sejak pertama kali duduk di SMA, namun subahanallah jilbabnya terjulur rapi dan melambai-lambai ketika ditiup angin. Perubahan yang sangat cepat dan drastis, dan yang lebih subahanallah lagi dia tetap istiqamah hingga sekarang. Semoga dia bisa mempertahankan kesuciannya hingga akhir kelak. Beda dengan aku yang mendapat hidayah lebih lama, itu pun atas dukungannya yang menyuruh aku untuk mencoba memakai jilbab. Beribu alasan yang aku ungkapkan, entah itu cuma alasan yang aku buat-buat. Tetapi dia selalu memotivasiku, aku jadi ingat ketika kami pulang pengajian yang waktu itu memang wajib menggunakan jilbab, “Mayank cantik dech kalau pakai jilbab”, yah, ketika itu aku memang paling suka di puji yang senyum-senyum.he..he... Akhirnya tepat dikelas 2 aku memutuskan untuk memakai jilbab, yah jilbab yang tidak sempurna.
Begitu besar pengorbanannya untuk tetap istiqomah menjaga auratnya. Cacian dari saudara dan keluarganya yang sempat melarang dia untuk menutup aurat di rumah, hingga melarang dia untuk pergi menotoring dan acara-acara BINTALIS di sekolah. Dia pernah bercerita untuk pergi mentoring saja dia harus bersembunyi-sembunyi, atau jika ketahuan dia akan dimarahi habis-habisan. Belum lagi dikatakan ikut aliran sesat hingga ia hampir diusir dari rumah. Dia juga wajib mengerjakan semua pekerjaan rumah. Aku jadi ingat ketika dia memutuskan untuk hidup mandiri, keluar dari aturan dan kekangan keluarganya. Semua pekerjaan telah dilakoninya, menjadi baby sister, menjaga warung, pokoknya semua yang bisa menghasilkan uang untuk biaya hidupnya.
Namun kedekatan dia pada Allah membuat dia tetap tegar, setegar karang di lautan. Dia mampu istiqamah di atas terpaan badai dan di bawah teriknya matahari, yang mungkin jika aku yang berada di sana sudah terhempas jauh dan takkan mampu bertahan. Namun sekali lagi Allah selalu menepati janjiNya. Di dalam kesulitan pasti ada kemudahan, dan Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan hambanya. Dia tetap istiqamah, dia tidak pernah malu untuk belajar dan selalu berani menghadapi tantangan itu. Dia tidak pernah ‘cengeng’ dan takut, karena dia yakin bahwa dia benar.
Ada suatu pengalamannya yang membuat aku terperongok dan cemburu dengannya. Karena aku tau tak semua orang mendapatkan hal ini, hanya orang pilihan Allah-lah yang mendapatkannya. PILIHAN ALLAH, bukan manusia. Dia bercerita, ketika dia mengalami problematika kehidupnya yang pada titik sangat sasuh, apalagi ketika kakek yang disayainya telah dipanggil Allah dia bangun di sepertiga malam untuk mengadukan semua kesedihanya pada Robbnya, maha pemilik kehidupan. Ketika itulah ia merasakan bahwa Allah benar-benar ada disampingnya. Allah benar-benar menemaninya malam itu. Dia merasa dekat sekali, sangat dekat. Merasa seluruh beban yang dipikulnya terasa sangat ringan. Yah, itulah moment ia bertemu dengan Ilahi, yang sampai sekarang aku sangat merindukan moment itu menjadi bagian dari cerita hidupku
Sekarang Allah telah merubah nasibnya. Keluarganya mulai menerimanya. Dan dia sudah menjadi seorang guru di SD. Namun aku tau ini bukanlah akhir dari segalanya, Allah pasti masih akan memberikannya sesuatu yang lebih. Sampai saat ini aku tetap salud dengannya. Seorang gadis yang sering di olok-olok itu sangat berbeda dengan gadis remaja lainnya. Dia menghabiskan waktu 24 jam dengan sesuatu yang subanallah, mulai dari mengajar di SD, mengajar TPA, menjadi guru privat di bebarapa tempat, dan dia juga kuliah di salah satu Universitas Swasta di Medan jurusan PAI. Dia juga sudah dapat membeli kereta dan notebook. Yang semuanya dibiayai dengan jerih payahnya sendiri. Tidak hanya itu untuk dakwah dia masih menyempatkan waktu untuk tetap LQ, pementor, aktif di FORSADS sebagai bendahara umum dan mengisi keputrian di SMA. Aku tau dia amanah. Dan dia tidak pernh bangga akan prestasi yang ia dapatkan. Ketiak aku memujinya dia malah menepisnya dengan halus.
Allah memang tidak akan membiarkan hambaNya sedih, dia memang pantas mendapatkan itu semua. Sebuah doa khusus aku panjatkan semoga dia tetap istiqomah di jalan ini dan mendapatkan kebahagian dunia akhirat.
Gadis kaktus, mungkin terkesan aneh bagi sebagian orang. Tapi entah kenapa itulah yang kupirkan ketika menulis kisah nyata ini. Kaktus yang aku tahu adalah tanaman berduri yang mampu bertahan dalan keaadaan cuasa apapun, panas atau dingin. Kaktus juga tanaman yang tidak murah dan dikagumi masyarakat pencinta tanaman. Dia memang berduri, namun dia tetap dicintai. Hal itu sama deperti kisah hidup temanku yang selau mampu bertahan dalam keadaan apapun, hidupnya yang sangat berbeda denganku, tidak cengeng dan selalu optimis dalam meraih sesuatu. Karena tidak perlu pintar untuk meraihnya, namun usaha, itulah yang terpenting
Refleksi diri :
Mungkin cobaan yang Allah berikan kepada kita berbeda dengannya. Tapi ingatlah Allah ada bersama kita, karena Allah adalah sahabat terbaik yang selalu didekat dan mengabulkan doa-doa kita. Biarlah orang berkata apa, jika yang kita lakukan adalah benar dan hanya untuk sang pemilik cinta, maka yakinlah dalam menghadapinya. Karena di balik kesusahan dan kemudahan dan INGAT ALLAH AKAN SELALU MENEPATI JANJINYA. Wallahu ‘alam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar