Kamis, 30 Juni 2011

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DENGAN METODE PEMBELAJARAN MULTIPLE INTELLIGENCE (MPMI) UNTUK PELAJARAN IPS SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
            Pada dasarnya tidak ada anak yang bodoh. Semua manusia diciptakan Tuhan dengan sesempurna mungkin, hanya saja mungkin cara seseorang untuk dapat menerima suatu pelajaran yang berbeda. Ada kriteria orang yang sangat mudah untuk menerima pelajaran, namun ada pula yang sangat sulit untuk menerima pelajaran.
            Sebagian guru banyak yang mengeluh tentang kemampuan, kelakukan, dan perangai siswa. Kata mereka, anak-anak malas belajar, suka bolos, tidak mau memperhatikan guru saat menerangkan pelajaran, suka menggangu teman, nilai selalu jelek, dan lain sebagainya.
            Keluhan guru terhadap anak cenderung meletakkan kesalahannya kepada anak. Benar dan bisakah bila hanya anak didik yang disalahkan ? Mungkin bisa, tetapi alangkah arifnya bila guru mengintropeksi cara mereka belajar, apakah cara guru mengajar sudah baik atau belum? Baik tidaknya guru mengajar dapat dilihat dari produk yang dihasilkannya, tidak hanya kemampuan koqnitif, namun juga kemampuan afektif dan psikomotoriknya. Memang kalau guru yang benar-benar menjiwai profesinya, tugas seorang guru itu sangat berat, karena guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan namun juga aklaq atau perilaku. Apalagi guru sekolah dasar, di mana di situlah seorang anak dibentuk kepribadiannya.
            Di dalam menjalani profesi tersebut, seorang guru dituntut untuk dapat mengenal karakteristik setiap anak dan menyesuaikannya dengan strategi pembelajaran. Salah satu yang mempengaruhi strategi pembelajaran adalah metode yang diterapkan oleh guru. Nah, hal itu bukan hal yang mudah, karena anak mempunyai sifat yang unik. Keunikan itu membuat cara mereka untuk menangkap pelajaran juga berbeda. Alhasil guru harus dapat menyesuaikan metode yang yang cocok untuk mereka.
Untuk itu penulis mencoba untuk merancang suatu metode pembelajaran yang disesuaikan dengan jenis kecerdasan anak (Multiple Intelligence). Metode ini dirancang untuk membantu guru menggunakan satu metode untuk semua jenis kecerdasan anak sekaligus dalam satu pengajaran.

B.  Permasalahan
            Pendidikan formal telah menjadi kegiatan yang begitu rumit, kaku, dan terlalu diatur sehingga proses belajar dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan otak lebih suka tidak melakukannya. Guru cenderung berfikir bahwa belajar adalah suatu peristiwa khusus, membutuhkan intensif dan imbalan istimewa, bukan sesuatu yang secara alami akan menjadi pilihan orang untuk dilakukan. Sehingga siswa merasa dirinya dituntut untuk bisa melakukan hal yang diinginkan guru, namun tidak disukai oleh anak.
            Belajar di dalam otak anak adalah suatu hal yang membosankan, tekanan, perintah, tidak menyenangkan, dan suatu kewajiban bukan kebutuhan. Kalau ditanya tujuan mereka sekolah adalah disuruh oleh orangtua atau takut tidak mendapat rangking. Apalagi pelajaran IPS yang cenderung terkenal dengan hapalan dan cerita yang membosankan.
Untuk itu punulis mencoba memvariasikan suatu metode pembelajaran dengan jenis kecerdasan anak. Sehingga anak merasa tidak belajar padahal dia sedang belajar .

C.  Rumusan Masalah
            Pelajaran IPS adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia dengan konteks sosial atau sebagai anggota masyarakat. Ilmu-ilmu sosial terdiri dari geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, politik, ketatanegaraan, dan psikologi sosial. Namun IPS di SD hanya mempelajari tentang geografi, sejarah, dan ekonomi.
            Paradigma yang telah terbangun di dalam pemikiran masyarakat bahwa IPS adalah pelajaran yang membosankan karena anak selalu dibebankan menghapal. Akibatnya anak pun menjadi terpengaruh oleh pemikiran tersebut.
            Sebenarnya masalahnya bukan terletak pada materi pelajaran IPS, namun mungkin terjadi kesalahan pada penerapan metode yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar. Guru cenderung untuk bercerita sendiri dan siswanya mengantuk dan setelah itu siswa akan dibebankan tugas untuk menghafal. Apalagi untuk kelas rendah, apabila konsep yang diberikan salah maka itu akan berdampak ke tingkat pendidikan selanjutnya. Bisa jadi ia menjadi tidak menyukai pelajaran IPS dan itu akan terbawa teru hingga dia dewasa.
            Selain itu kecerdasan manusia berbeda satu sama lain. Para ahli psikologi menyatakan bahwa kecerdasan anak terbagi atas delapan yaitu lingustik, spasial, kinestetik jasmani, musikal, antarpribadi, intrapribadi, dan naturalis.
Untuk itu guru harus dapat menyesuaikan metode yang digunakan dengan karakteristik kemampuan siswa dalam menerima pelajaran agar anak didik akan lebih mudah untuk menangkap suatu materi pelajaran.

D.  Tujuan
            Salah satu kelemahan terbesar pada sekolah tampaknya adalah kekakuan mereka dalam hal mengajarkan sebuah mata pelalajaran atau keterampilan. Guru memberkan materi dengan suatu cara-biasanya melalui perpaduan antara ceramah, penggunaan papan tulis, buku pelajaran, dan lembar latihan- dan bila anak-anak tidak memahaminya, maka itu adalah masalah mereka, bukan masalah guru. Tapi seperti yang sudah kita lihat, anak-anak belajar dengan berbagai cara dan jika ingin mereka memahami pelajaran yang diberikan kita perlu mengajari merek dengan cara mareka.
            Metode ini dirancang dengan maksimal untuk membantu guru dalam mengajarkan pelajaran di sekolah, khususnya pelajaran IPS kelas rendah agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. Selain itu juga menjadikan belajar di sekolah menyenangkan dan disukai anak.

E.  Manfaat
            Metode ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap pembaca, khususnya para calon guru dan guru, serta bermanfaat bagi anak didik itu sendiri. Sebagai para calon guru atau guru, makalah yang sederhana ini dapat menambah wawasan dalam melakukan suatu pembelajaran di sekolah. Sehingga mungkin akan timbul inovasi dan kreativitas lain dan terbaru dalam menciptakan suatu metode pembelajaran yang lebih baik. Bagi anak didik metode ini diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami suatu pelajaran dan beranggapan bahwa belajar itu bukan suatu tekanan, tapi belajar adalah suatu yang menyenangkan.


BAB II
LANDASAN TEORI

Belajar  merupakan proses perubahan perilaku individu yang bersifat menetap dan merupakan hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya. Pembelajaran merupakan proses komunikasi transaksional timbal balik antar siswa dengan guru, siswa  dengan siswa, siswa dengan sumber belajar, pada lingkungan belajar tertentu untuk saran tertentu. Tiga tujuan belajar (Syaodih, E. 2008) adalah :
  1. Mempelajari ketrampilan dan pengetahuan tentang materi-materi pelajaran secara spesifik.
  2. Mengembangkan kemampuan konseptual umum, mampu menerapkan konsep yang sama atau berkaitan dengan bidang lain
  3. Mengembangkan kemampuan dan sikap pribadi yang secara mudah dapat digunakan dalam segala tindakan kita
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka belajar harus efektif, yaitu menyenangkan dan bermakna. Karena itu perlu dikembangkan pendekatan-pendekatan pembelajaran, model-model pembelajaran dan metode-metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada peserta didik secara optimal sehingga seluruh potensi peserta didik dapat digali sehingga berguna dirinya, masyarakatnya dan bangsanya (memenuhi tujuan Pendidikan Nasional).
Dari berbagai macam metode mengajar yang ada, perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.
Proses pembelajaran ialah proses belajar mengajar (PBM) atau proses komunikasi dan kerjasama guru dan siswa dalam mencapai sasaran   dan   tujuan   pendidikan-pengajaran.  Pembelajaran   juga merupakan proses pengembangan sikap dan kepribadian siswa melalui berbagai tahap dan pengalaman.
Proses pembelajran ini berlangsung melalui berbagai metode dan multi-media sebagai cara dan   alat menjelaskan,   menganalisis,   menyimpulkan, mengembangkan,   menilai   dan   menguasai (memakai:mengamalkan/aplikasi) pokok bahasan (thema) sebagai perwujudan pencapaian sasaran (tujuan).
Metode belajar-mengajar adalah bagian utuh (terpadu, integral) dari   proses   pendidikan-pengajaran.   Metode   ialah   cara   guru menjelaskan   suatu   pokok   bahsan   (thema,   pokok   masalah) sebagai bagian kurikulum (isi, materi pengajaran), dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan pengajaran (tujuan institusional, tujuan pembelajaran umum dan khusus).
Proses pembelajaran, atau PBM sebagai kerjasama guru-siswa, secara   psiko-pedagogis   mengutamakan   oto-aktivitas   siswa (kemandirian,   KBS)   sebagai   bekal   pendewasaan   diri mengembangkan   kemampuan   dan   penguasaan   bidang pengetahuan (bidang studi, mata pelajaran). Artinya, dalam PBM peran guru lebih bersifat tut-wuri handayani, berjalan bersama (bekerjasama, komunikasi, dialog dan hubungan aktab) guru-siswa, ialah suasana pembelajaran di dalam dan di luar kelas.
PBM dan kerjasama guru-siswa mencapai sasaran dan tujuan belajar, ialah melalui cara satu metode, yang pada hakekatnya ialah jalan mencapai sasaran dan tujuan pendidikan-pengajaran.
Jadi, alasan atau nalar guru memilih/menetapkan suatu metode dalam PBM (proses intruksional) ialah:
  1. Metode ini seseuai dengan pokok bahasan, dalam makna lebih menjadi mencapai sasaran dan tujuan instruksional.
  2. Metode   ini   menjadi   kegiatan   siswa   dalam   belajar   (KBS, kemandirian)   dan   meningkatkan   motivasi   atau   semangat belajar
  3. Metode ini memperjelas dasar, kerangka, isi dan tujuan dari pokok bahasan, sehingga pemahaman siswa makin jelas.
  4. Metode   dipilih   guru   dengan   asas   di   atas   berdasarkan pertimbangan   praktis,   rasional   dikuatkan   oleh   kiat   dan pengalaman guru mengajar.
  1. Metode yang berdayaguna, belum tentu tunggal, jadi suatu metode dapat digunakan secara kombinasi (sintesis terpadu) dan dilengkapi dengan media tertentu, bahkan multi-media. Dasar pertimbangan ialah sasaran dan tujuan pendidikan pengajaran.
Pada dasarnya kemampuan seseorang tidak dapat diputuskan dari tes IQ nya saja. Namun disisi lain ada suatu kelebihan pada setiap anak yaitu kecerdasan. Percaya tidak percaya, semua anak itu cerdas. Kecerdasan seorang anak tidak hanya dapat kita lihat dari nilai yang dia dapatkan, namun bagaimana seorang anak dapat memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya.
Karena itu, pada makalah ini, penulis hanya akan mengangkat satu metode pembelajaran yaitu metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI)
Dari hasil penelitian Dr. Gardner, kecerdasan dapat dibagi menjadi delapan jenis, yaitu :

  1. Kecerdasan Lingustik (Word Smart)
Yaitu kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif. Cara belajar  yang dapat digunakan  adalah dengan mengucapkan, mendengar, dan melihat kata-kata, menghafal sesuatu. Bahan pengajaran yang dapat digunakan misalnya bahan-bahan untuk membuat tulisan, tape recorder, buku harian, kaset dan buku, mesin tik, pengolah kata, bentuk-bentuk alfabet, perangko, kunjungan ke perpustakaan, teka teki silang, petunjuk bahasa isyarat, telepon, balok-balok huruf.

  1. Kecerdasan Logic-Matematis (Number Smart)
Yaitu kemampuan yang melibatkan keterampilan mengolah angka dan kemahiran menggunkan logika atau akal sehat. Cara belajar  yang dapat digunakan  adalah memberi mereka materi konkrit yang dapat dijadikan bahan percobaan, mereka juga senang untuk mengelompokkan suatu benda berdasarkan kategori tertentu, dan dapat pula mengajak mereka ke tempat-tempat yang mendorong pemikiran ilmiah, misalnya museum atau pameran, membuat daftar peritiwa. Bahan pengajaran yang dapat digunakan misalnya permainan kocok otak, kalkulator, permainan matematika, logika, uang dan kartu remi, mengklasifikasi, jam, dan uang mainan.
  1. Kecerdasan Spasial (Picture Smart)
Yaitu kecerdasan gambar dan visualisasi. Cara belajar  yang dapat digunakan  adalah melalui gambar, metafora, visual, dan warna, cerita kisah-kisah menyentuh dan saling berbagi impian dengan mereka, menonton film. Bahan pengajaran yang dapat digunakan misalnya jigsaw puzzle, globe, peta, peralatan menggambar, melukis, dan mewarnai, gambar-gambar, film, koleksi,  dan kacamata untuk melihat dalam gelap.

  1. Kecerdasan Kinestetik Jamani (Body Smart)
Yaitu kecerdasan seluruh tubuh dan tangan. Cara belajar  yang dapat digunakan  adalah dengan menyentuh, memanipulasi dan bergerak. Misalnya melalui seni peran, improvisasi dramatis, gerakan kreatif, dan semua kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik. Bahan pengajaran yang dapat digunakan adalah permainan yang menggunakan tubuh, seperti lempar-lemparan, boneka, trik sulap.

  1. Kecerdasan Musical (Music Smart)
Yaitu kemampuan yang melibatkan kemampuan menyanyikan sebuah lagu, mengingat melodi music, mempunyai kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik, , mengdengarkan lagu-lagu, membuat ulang suara-suara tiruan. Cara belajar  yang dapat digunakan  adalah melalui irama dan melodi. Bahan pengajaran yang dapat digunakan misalnya rekaman musik, alar musik perkusi, tape recorder, kotak suara, radio, alat bend atau orkestra, dan permainan menyanyi.

  1. Kecerdasan Antar Pribadi (People Smart)
Yaitu kemampuan untuk memahami dan bekerjasama dengan orang lain. Cara belajar  yang dapat digunakan  adalah dengan berhubungan dan kerja sama, diskusi kelompok. Mereka perlu belajar dengan interaksi dinamis dengan oarang lain, beri mereka kesempatan untuk mengajari anak-anak lain. Bahan pengajaran yang dapat digunakan adalah permainan yang menggunakan papan, kegiatan belajar bersama.

  1. Kecerdasan Intra Pribadi (Self Smart)
Yaitu kecerdasan memahami diri sendiri. Cara belajar  yang dapat digunakan  adalah memberi kesempatan untuk menetapkan target, memilih kegiatan mereka sendiri, dan menentukan kemajuan mereka sendiri melalui proyek apapun yang mereka minati, menggambarkan perasaan seseorang, membaut buku harian tentag kisah seseorang, menyuruh mereka untuk memikirkan tentang perasaan seseorang yang mengalami suatu peristiwa tertentu, menulisakan sesuatu sesuai dengan keinginannya, menanyakan pendapatnya, membuat suatu daftra berdasarkan urutn\an yang dia sukai dn biarka ia menjelaskan alasannya. Beri mereka kesempatan untuk belajar sendiri, dan melakukan proyek dan permainan sendiri. Hargai privasi mereka. Mereka juga menyukai cerita kisah-kisah tokoh-tokoh masyarakat. Bahan pengajaran yang dapat digunakan adalah membuat buku harian, permainan individualisme, menggambarkan perasaan seseorang.

  1. Kecerdasan Naturalisme (Nature Smart)
Yaitu kemampuan dalam mengenali bentuk-bentuk alam disekitar kita. Cara belajar  yang dapat digunakan  adalah terlibat dalam pengalaman di alam terbuka. Misalnya dengan cara penelitian, meneliti suatu fenomena yang terjadi.
Kita harus ingat bahwa setiap orang mempunyai kedelapan kecerdasan ini dan setiap hari menggunakannya dengan kombinasi yang berlainan. Selain itu kita juga harus ingat bahwa setiap orang mempunyai kedelapan kecerdasan ini dengan cara mereka masing-masing. Ada orang yang unggul pada kecerdasan tertentu, namun ada pula yang mengalami kesulitan dalam berbagai kecerdasan, tapi kebanyakan dari kita berada di tengah-tengah. Kita mempunyai satu atau lebih kecerdasan yang terasa mudah untuk kita ungkapkan, beberapa yang terasa sedang saja, dan ada pula yang merasa sangat sulit.
Kalau kita lihat sekolah-sekolah lebih menghargai kemampuan lingustik dan logis matematik, sedangkan kecerdasan yang lain sering terabaikan.
           
BAB III
METODE PEMBELAJARAN MULTIPLE  INTELLIGENCE (MPMI)

A.    Pengertian Metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI)
Metode pembelajaran multiple intelligence adalah suatu metode pembelajaran yang menitikberatkan pembelajaran yang mengembangkan kecerdasan yang dimiliki oleh anak.
Menurut Howard Gadrner, seorang psikologi dari Amerika menyatakan bahwa setiap anak mempunyai banyak cara berbeda untuk menjadi pandai, melalui kata-kata, angka, gambar, musik, ekspresi fisik, pengalaman dengan alam, interaksi sosial, dan pemahaman diri sendiri.
            Dari hasil penelitian Horward tersebut, penulis mencoba untuk merangkai metode pembelajarn yang di beri nama Metode Pengajaran Multiple Intelligence (MPMI)
Mungkin Multiple Intelligence tidak asing lagi terdengar di telinga kita, yaitu jenis-jenis kecerdasan. Setiap anak mempunyai kecerdasan yang berbeda, oleh karena itu cara untuk menangkap pelajaran pun berbeda.  MPMI merupakan suatu metode yang menggunakan Multiple Intelligence anak dalam suatu pembelajaran yang bervariasi. Di mana dalam satu materi pelajaran yang diajarkan dapat mengenai seluruh karakteristik anak.
Sebelum kita menggunakan metode MPMI ini, tidak ada salahnya guru melakukan observasi dahulu tentang jenis kecerdasan mana yang paling terlihat pada diri anak. Hal itu dapat dilihat dari ciri-ciri dan karakteristik setiap anak. Adapun ciri-ciri dari  Multiple Intelligence anak adalah :

  1. Kecerdasan Lingustik (Word Smart)
-          Suka menulis kreatif
-          Mengarang kisah khayal atau menuturkan lelucon dan cerita.
-          Sangat hafal nama, tempat, tanggal, atau hal-hal yang kecil.
-          Suka membaca buku.
-          Mengeja kata-kata dengan tepat dan mudah.
-          Menyukai pantun lucu dan permainan kata.
-          Suka mengisi teka-teki silang atau permainan
-          Menikmati mendengar kata-kata lisan.
-          Mempunyai kosa kata yang luas untuk anak seusianya.
-          Unggul dalam pelajaran sekolah yang melibatkan membaca dan/atau menulis.

  1. Kecerdasan Logic-Matematis (Number Smart)
-          Menghitung problem aritmetika dengan cepat di luar kepala.
-          Menikmati menggunakan bahasa komputer atau program sofware logika.
-          Mengajukan pertanyaan logika.
-          Menjelaskan masalah secar logis.
-          Suka men\rancang suatu eksperimen.
-          Suka menyusun dalam kategori.
-          Mudah memahami sebab akibat.
-          Menikmati pelajaran matematika dan IPA dan berpretasi tinggi.

  1. Kecerdasan Spasial (Picture Smart)
-          Menonjol pada kelas seni di sekolah.
-          Memberikan gamabran visual yang jelas ketika sedang memikirkan sesuatu.
-          Mudah membaca peta, grafik, dan diagram.
-          Menggambarkan sosok orang atau benda yang persis aslinya.
-          Senang melihat film, slide, atau foto.
-          Menikmati melakukan teka-teki jiqsaw, maxe, atau kegiatan visual lain.
-          Sering melamun
-          Membangun konstruksi tiga dimensi.
-          Mecoret-coret di atas secarik kertas atau di buku tugas sekolah.
-          Labih banyak memahamu lewat gamabr daripada lewat kata-kata ketika sedang membaca.




  1. Kecerdasan Kinestetik Jamani (Body Smart)
-          Berpretai dalam oleh raga.
-          Bergerak-gerak ketika sedang duduk.
-          Terlibat dalam kegiatan fisik.
-          Perlu menyentuh sesuatu yang ingin dipelajari.
-          Memperlihatkan keterampilan dalam bidnag kerajinan tangan.
-          Pandai menirukan gerakan, kebiasaan, dan perilaku orang lain.
-          Sering merasakan jawaban masalah yang dihadapi.
-          Sangat suka membongkar berbagai banda dan kemudia menyusunnya lagi.

  1. Kecerdasan Musical (Music Smart)
-          Suka memainkan alat musik.
-          Ingat melodi lagu.
-          Berpresatasi pada pelajaran seni musik.
-          Lebih bisa belajar dengan iringan musik.
-          Mengoleksi CD atau kaset.
-          Suka bernyanyi.
-          Bisa mengikuti irama musik.
-          Mempunyai suara yang bagus unutk menyanyi.
-          Peke terhadap suara-suara dilingkungannya
-          Memberikan reaksi yang kuat terhadap berbagai jenis musik.

  1. Kecerdasan Antar Pribadi (People Smart)
-          Mempunyai banyak teman
-          Mudah bersosialisasi.
-          Tampak sangat mengenal lingkungannya.
-          Terlibat dalam kegiatan berkelompok di luar jam sekolah.
-          Berperan sebagai penengah bila ada temannya yang berkelahi.
-          Dicari sebagi penasehat atau pemecah masalah oleh temannya.
-          Menikmati mengajari orang lain.
-          Tampak mempunyai bakat memimpin.
  1. Kecerdasan Intra Pribadi (Self Smart)
-          Memperlihatkan sikap independen atau kemampuan yang kuat.
-          Bersikap realitis terhadap kelebihan dan kekurangannya.
-          Memberikan reaksi keras ketika membahas topil-topik kontroversi.
-          Bekerja atau belajar dengan baik seorang diri.
-          Mempunyai pandangan hidup yang lain dari pandangan lain.
-          Belajar dari kesalahan masa lalu.
-          Dengan tepat mengekspresikan perasaanya.
-          Terarah pada pencapaian tujuan
-          Terlibat dalam hobi yang dikerjakan sendiri.

  1. Kecerdasan Naturalisme (Nature Smart)
-          Akrab dengan hewan peliharaan.
-          Menikmati jalan-jalan di alam terbuka.
-          Menunjukkan kepekaan terhadap bentuk-bentuk alam.
-          Suka berkebun atau berada dekat kebun.
-          Membawa pulang serangga, bunga, daun, atau benda-benda alam lainnya untuk diperlihatkan.
-          Memperlihatkan pemahaman yang mendalam di sekolah dalam topik-topik yang mlibatkan sistem kehidupan.

Dalam prosedur pelaksanaan MPMI guru dapat merangkai kegitan pembelajaran dengan menggunakan Mind Mapping atau pikiran. Metode ini dikembangkan oleh Tony Buzan (1970). Cara pembuatannya bila dikombinasikan dengan MPMI adalah :
  1. Tentukan tema yang akan disampaikan, lalu buatlah di tengah-tengah kertas. Tidak perlu panjang, namun singkat dan padat.
  2. Buat cabang (sub bagian) dan ranting. Dalam MPMI cabang tersebut adalah kedelapan kecerdasan anak.
  3. Kemudian tentukan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan sifat kecerdasan anak tersebut.
Adapun contoh Mind Mapping MPMI dalam pelajaran IPS SD adalah :


 






























B.     Prosedur Pelaksanaan Metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI)





Untuk pelaksanaan pengajaran guru dapat merangkainya menjadi suatu prosedur tertentu, yang langkah-langkahnya di ambil dari Mind Mapping yang telah disusun. Adapun prosedur pemakaian Metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI) adalah:

  1. Persiapan pemakaian Metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI)
      Rangkai kegiatan pembelajaran dengan menggunakan Mind Mapping kemudian  susun rancangan pembelajaran dari Mind Mapping tersebut.
      Mengorganisasikan pembelajaran yang akan disampaikan.
      Memilih dan mempersiapkan media instruksional atau alat bantu yang digunakan untuk pembelajaran.

  1. Pelaksanaan pemakaian Metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI)
Untuk pelaksanaan MPMI kegiatan yang dilakukan sesuai dengan Mind Mapping. Pembelajaran dilakukan dengan menyusun Mind Mapping tersebut menjadi suatu pembelajaran yang sistematis dan memasukkan semua Mind Mapping ke dalam proses pembelajaran. Dalam akhir kegiatan pembelajaran guru menarik kesimpulan dari rangkaian kegiatan yang telah dilakukan. Dan menanyakan perasaan siswa setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran hari ini.
Contoh kegiatan pembelajarannya adalah :
      Guru mempersiapkan peta dunia, usahakan dalam bentuk yang besar agar kelihatan oleh siswa. Pada setiap benua tempelkan salah satu hewan atau tanaman khas sebagai lambang masing-masing benua.
      Setelah guru menjelaskan sedikit tentang Benua tersebut, mintalah anak membaca nama-nama benua di peta dengan cara berulang-ulang (misalnya sampai 3 kali). Dalam hal ini divariasikan dengan lagu yang diciptakan oleh guru, kemudian menyanyikannya dengan bersama-sama.
      Guru menyediakan bola dunia plastik berlabelkan nama-nama ketujuh benua, lemparkan bola kepada anak. Ketika ia menangkapnya, ia harus menyebutkan nama benua yang tersentuh ibu jari kirinya.
      Mintalah anak untuk mengurutkan ketujuh benua menurut berbagai ciri (misalnya ukuran geografis, popolasi, dan sebagainya/beri kebebasan pada anak) dalam sebuah grafik atau daftar ciptaannya. Kemudian suruh mereka membacanya dan menjelaskan alasan mereka membuat hal tersebut.
      Buatlah suatu game menyusun puzzle, yang dilakukan secara berkelompok.
      Di akhir pembelajaran buat waktu khusus (5 menit) untuk mendengarkan cerita mereka ”Curhat Time”.

C.    Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI)
Bagaimanapun juga metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Karena tidak ada sesuatu yang sempuna. Apalagi metode ini masih dirancang secara sesederhana mungkin.
Adapun kelebihan dari  Metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI) adalah :
      Rangkaian kegiatan yang dilakukan sudah merangkap kepada Multiple Intelligence siswa, sehingga siswa dapat memehami sesuatu pelajaran.
      Kegiatan pembelajaran yang bevariasi dan siswa berperan lebih aktif.
      Menghilangkan kejenuhan siswa untuk belajar IPS.
      Keterlibatan guru dan siswa sama-sama aktif.
      Siswa dapat benar-benar memahami apa yang sedang dipelajari, karena pelaksanaan pembelajaran dilakukan sesuai dengal hal ia senangi.
      Mudah untuk memusatkan perhatian siswa, karena pembelajaran melibatkan keaktifan siswa.
      Siswa dapat mengetahui dengan jelas, apa yang terjadi, bagaimana proses terjadinya serta bagaimana berkerjanya alat-alat yang digunakan.
      Bakat, keterampilan siswa akan lebih mudah untuk dikembangkan.
      Rasa ingin tahu siswa dapat ditimbulkan.
      Siswa dapat menerima materi pembelajaran lebih berkesan, sehingga dapat terbentuk pengertian yang lebih sempurna.

Sedangkan kekurangan dari  Metode Pembelajaran Multiple Intelligence (MPMI) adalah :
      Menuntut pengetahuan dan kecekatan guru.
      Kurangnya peralatan yang tersedia di sekolah.
      Apabila guru tidak kreatif maka pembelajaran akan monoton.
      Diperlukannya keaktifan dan kemampuan guru dalam membuat prosedur pembelajaran yang menyenangkan.

BAB VI.
PENUTUP
A.  Simpulan
Belajar  merupakan proses perubahan perilaku individu yang bersifat menetap dan merupakan hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya.
Metode   ialah   cara   guru menjelaskan   suatu   pokok   bahsan   (thema,   pokok   masalah) sebagai bagian kurikulum (isi, materi pengajaran), dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan pengajaran (tujuan institusional, tujuan pembelajaran umum dan khusus).
Kecerdasaan anak terdiri dari Kecerdasan Lingustik (Word Smart), Kecerdasan Logic-Matematis (Number Smart), Kecerdasan Spasial (Picture Smart), Kecerdasan Kinestetik Jamani (Body Smart), Kecerdasan Musical (Music Smart), Kecerdasan Antar Pribadi (People Smart), Kecerdasan Intra Pribadi (Self Smart), dan Kecerdasan Naturalisme (Nature Smart).
Metode pembelajaran multiple intelligence adalah suatu metode pembelajaran yang menitikberatkan pembelajaran yang mengembangkan kecerdasan yang dimiliki oleh anak.

B.  Saran
Dari berbagai macam metode mengajar yang ada, perlu diketahui bahwa tidak ada satu metode pun yang dianggap paling baik diantara metode-metode yang lain. Tiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing masing. Suatu metode mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak tepat untuk situasi yang lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain. Jadi keberhasilan dalam penggunaan suatu metode tergantung dengan bagaimana guru dapat melaksanakan metode tersebut, termasuk Metode pembelajaran multiple intelligence juga.


DAFTAR PUSTAKA

      Armstrong, Thomas. 2003. “Setiap Anak Cerdas”. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
      Dosen, Tim. 2008. “Konsep Dasar IPS”. FIP : UNIMED.
      Pengajar, Tim. 2009. ”Strategi Pembelajaran Di SD”. FIP : UNIMED.

PRO KONTRA PEMBINAAN PROFESIONALISASI GURU

BAB I
PENDAHULUAN


Sudah kita mafhum bahwa banyak faktor yang turut menentukan kualitas pendidikan, seperti mutu masukan (siswa), sarana, manajemen, kurikulum, dan faktor-faktor instrumental serta eksternal lainnya. Tetapi mengingat peranan strategis guru dalam setiap upaya peningkatan kualitas, relevansi, inovasi, dan efisiensi pendidikan maka salah satu komponen yang sangat menentukan bagi keberhasilan upaya tersebut adalah guru, khususnya peningkatan profesionalisme guru. Di sisi lain, profesi guru sepanjang waktu selalu saja mendapat sorotan tajam.
Dewasa ini tidak sedikit gambaran atau wacana yang diangkat untuk menunjukkan citra guru sedang dituding menurun bersamaan dengan pencitraan penghargaan masyarakat dan juga pemerintah yang mulai terkesan proporsional dan professional terhadap profesi guru dengan fungsinya yang strategis. Meskipun demikian sebagai suatu bangsa yang besar dan masih senantiasa menghargai profesi guru sebagai pembimbing dan pengembang sumber daya manusia menghadapi masa depan, suara dukungan dan upaya bagi pengembangan profesi guru akhir-akhir ini sangat menggembirakan. Kesejahteraan guru telah diperhatikan pemerintah. Yang awaknya profesi guru merupakan profesi yang disepelekan, seiring dengan perjalanan waktu dan tumbuhnya kesadaran guru sebagai pahlawan tanpa jasa, pada hari ini profesi guru menjadi sesuatu yang diperebutkan masyarakat. Terbukti dengan banyaknya yang mendaftar di perguruan tinggi keguruan.
Guru selalu digugu dan ditiru. Guru adalah selebritis, yang kehidupannya selalu disorot masyarakat. Mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki. Untuk itulah guru dituntut untuk bisa menjadi seseorang yang sempurna, meskipun kita tahu bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Sebagai seorang guru keprofesonalisme harus menjadi dasar dalam melaksanakan tugas mulia tersebut sesuai Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta bertanggung jawab (R.I, 2003:7) ”.
Oleh karena itu pemerintah terus memberikan pembinaan dan meningkatkan kesejahteraan guru. Dengan maksud, guru menjadi mencintai profesinya sehingga keprofesionalisme akan muncul di dalam hati guru-guru di Indonesia. Tetapi yang namanya juga manusia yang tak terlepas dari sifat individualisme yang  terkadang mengenyampingkan rasa empati dan lebih mengutamakan kepentingan pribadi. Satu hal lagi yang menjadi ciri khas manusia adalah perbedaan pemikiran yang dapat melahirkan suatu pemikiran menerima dan menolak. Termasuk pembinaan yang dilakukan olah pemerintah. Sebagian masyarakat menyatakan bahwa cara pemerintah cukup baik, karena kesejahteraan guru perlu ditingkatkan. Namun sebagian lagi menyatakan bahwa cara tersebut belum cukup baik, karena hasilnya sama saja, mutu pendidikan tidak meningkat, guru mengajar dengan cara dan strategi yang sama. Dan banyak lagi pendapat-pendapat masyarakat tentang hal ini. Melihat hal tersebut penulis tertarik untuk membahas pro kontra yang terjadi dalam pembinaan profesionalisasi guru.



BAB II
PEMBAHASAN


            Ada suatu kiasan yang menyatakan bahwa Guru kreatif-siswa mengerti, guru inovatif-siswa senang dan guru antusias-siswa semangat”. Kiasan ini sinergis dengan pepatah yang menyatakan ”Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.  Percaya atau tidak hal ini memang benar-benar terjadi. Jadi seorang guru harus bisa menjadi panutan bagi murid-muridnya. Kita (guru/calon guru) adalah cerminan anak didik kita nantinya.
Secara teoritis dan konsep kependidikan semua guru di Indonesia sudah memiliki bekal yang cukup. Tidak ada lagi alasan guru yang tamatan SPG atau sekolah menengah. Karena pembinaan dan pelatihan sudah banyak dilaksanakan oleh pemerintah. Mulai dari diklat, seminar, sertifikasi, PLPG, dan masih banyak yang lainnya. Seharusnya masalah yang bersifat keprofesionalisme guru dapat tertutupi. Namun kita lihat faktanya masih banyak masalah-masalah yang terjadi di lapangan. Pro kontra masih sering kita dengar.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Republik Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga mengamanatkan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Untuk mengemban amanat tersebut, ditetapkanlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional dimaksudkan untuk menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan, serta efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan delapan standar nasional pendidikan yang harus menjadi acuan sekaligus kriteria dalam menetapkan keberhasilan penyelenggaran pendidikan nasional. Delapan standar nasional pendidikan yang dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.
Salah satu standar yang berkaitan langsung dengan keberhasilan penyelenggaraan pendidikan adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru. Guru sebagai tenaga profesional bertugas mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, guru sebagai tenaga profesional wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi, serta sehat jasmani dan rohani, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kualifikasi akademik untuk guru adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang guru yang dibuktikan dengan ijazah yang mencerminkan kemampuan akademik yang relevan dengan bidang tugas guru. Kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru telah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang meliputi Guru TK/RA, Guru SD/MI,Guru SMP/MTs, Guru SMA/MA dan Guru SMK/MAK untuk kelompok mata pelajaran normatif dan adaptif.
Pencapaian standar kualifikasi akademik dan penguasaan kompetensi guru dibuktikan melalui sertifikat profesi guru yang diperoleh melalui program sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi adalah proses untuk mengukur dan menilai pencapaian kualifikasi akademik dan kompetensi minimal yang dicapai oleh seorang guru. Guru profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang memenuhi standar akan mampu mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Oleh karena itu, program sertifikasi merupakan salah satu program utama untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Mutu pendidikan nasional yang tercermin dalam kompetensi lulusan satuan-satuan pendidikan dipengaruhi oleh berbagai komponen seperti proses, isi, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Mutu pendidikan dicerminkan oleh kompetensi lulusan yang dipengaruhi oleh kualitas proses dan isi pendidikan. Pencapaian kompetensi lulusan yang memenuhi standar harus didukung oleh isi dan proses pendidikan yang juga memenuhi standar. Oleh karena itu perwujudan pendidikan nasional yang bermutu harus didukung oleh isi dan proses pendidikan yang memenuhi standar, pendidik dan tenaga kependidikan yang memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi agar berkinerja optimal, serta sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan yang memenuhi standar.
Kinerja pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru, selain ditentukan oleh kualifikasi akademik dan kompetensi juga ditentukan oleh kesejahteraan, karena kesejahteraan yang memadai akan memberi motivasi kepada guru agar melakukan tugas profesionalnya secara sungguh-sungguh. Kesungguhan seorang guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya akan sangat menentukan perwujudan pendidikan nasional yang bermutu, karena selain berfungsi sebagai pengelola kegiatan pembelajaran, guru juga berfungsi sebagai pembimbing kegiatan belajar peserta didik dan sekaligus sebagai teladan bagi peserta didiknya, baik di kelas maupun di lingkungan sekolah. Selain ditentukan oleh kinerja guru, upaya peningkatan mutu pendidikan nasional juga akan sangat ditentukan oleh pelaksanaan penilaian yang valid, obyektf dan tegas, baik penilaian oleh guru dan satuan pendidikan maupun penilaian oleh pemerintah.
Peningkatan kesejahteraan bagi guru yang telah memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi akan berfungsi meningkatkan kinerja, tetapi peningkatan kesejahteraan bagi guru yang kualifikasi akademik dan kompetensinya belum memenuhi standar sulit diharapkan untuk berdampak terhadap peningkatan kinerja sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu, khusus untuk tunjangan profesi pendidik hanya akan diterima oleh guru profesional yang ditandai dengan kepemilikan sertifikat profesi guru melalui program sertifikasi. Melalui program sertifikasi guru, akan terbentuk guru profesional, yaitu guru yang minimal telah memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi dan kepada mereka akan diberi tunjangan profesi pendidik yang besarnya sama dengan satu kali gaji pokok, dan selanjutnya diharapkan bahwa mereka akan berkinerja optimal dan pada gilirannya akan mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Sebaliknya kesejahteraan yang diberikan kepada guru yang belum memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi, sulit untuk mewujudkan kinerja yang optimal dan selanjutnya juga tidak akan berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional. Oleh karena itu memberikan tunjangan profesi pendidik sebagai salah satu komponen kesejahteraan kepada semua guru tanpa sertifikasi tidak akan berdampak terhadap peningkatan kinerja guru dan dengan sendirinya juga tidak akan berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.
Dari uraian tersebut jelas bahwa sertifikasi akan berdampak terhadap peningkatan kinerja guru dan selanjutnya berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional apabila sertifikasi dapat dilakukan secara obyektif dan valid. Artinya sertifikat profesi guru hanya diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi akademik dan benar-benar telah memiliki standar kompetensi atau kompetensi minimal yang disyaratkan, dan hal ini hanya akan terwujud apabila program sertifikasi dilakukan secara obyektif dan valid. Selain itu, sertifikasi juga harus berkeadilan, dalam arti prioritas kesempatan untuk mengikuti sertifikasi berdasarkan atas berbagai faktor yang merupakan indikator kualitas dan prestasi guru di lapangan, seperti kesenioran (usia, kualifikasi akademik, pengalaman akademik,kepangkatan), prestasi kerja sehari-hari yang dinilai oleh atasan dan teman sejawat, dan kinerja profesional yang diperlihatkan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Dengan demikian mudah dipahami bahwa program sertifikasi yang dilaksanakan secara obyektif, valid dan berkeadilan akan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja guru dan selanjutnya akan berpengaruh positif terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional.
Dalam rangka pencapaian hasil dan proses pembelajaran seperti yang diharapkan, maka upaya pertama yang harus dilakukan adalah memposisikan guru sebagai pekerja yang profesional, mengapa demikian?. Sebab banyak orang termasuk guru sendiri yang meragukan bahwa jabatan guru merupakan jabatan profesional. Ada yang beranggapan bahwa setiap orang bisa menjadi guru. Si A, si B, atau siapa saja, walaupun mereka tidak memahami ilmu keguruan dapat saja dianggap sebagai guru, asalkan paham materi pelajaran yang akan diajarkannya. Apakah pandangan seperti itu benar?. Apabila mengajar dianggap hanya sebagai proses penyampaian materi pelajaran, pendapat semacam itu ada benarnya. Konsep mengajar yang demikian, tentunya sangat sederhana, yaitu asal paham informasi yang akan diajarkannya kepada siswa, maka ia dapat menjadi guru. Tetapi mengajar tidak sesederhana itu bukan?. Mengajar tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi suatu proses mengubah perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Oleh sebab itu dalam poses mengajar terdapat kegiatan membimbing, melatih keterampilan intelektual, keterampilan psikomotorik, dan memotivasi siswa agar memiliki kemampuan inovatif dan kreatif. Oleh karena itu seorang guru perlu memiliki kemampuan merancang dan mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang dianggap cocok dengan materi pembelajaran, termasuk di dalamnya memanfaatkan bebagai sumber dan media pembelajaran untuk menjamin efektifitas pembejaran. Dengan demikian, seorang guru perlu memiliki kemampuan khusus, yaitu kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain yang bukan guru. “A teacher is person charged with the responbility of helping others to learn and to behave in new different ways” (Cooper, 1990). Itulah sebabnya guru adalah pekerjaan profesional yang membutuhkan kemampuan khusus hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)
Unsur Pembina profesional guru berasal dari tingkat pemerintahan pusat (Depdiknas), pemerintahan daerah (Dinas), dan tingkatan sekolah. Selain unsur yang berasal dari kelembagaan pemerintah, terdapat pula yang berasal dari organisasi profesi seperti PGRI, ISPI, dan sebaginya.
Pembinaan profesional pada tingkat Pemerintah Daerah dilaksanaan oleh lembaga/organisasi yang dibentuk berdasarkan ketentuan Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten yakni Pengawas dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Secara struktural MGMP tersebut terbagi dalam berbagai tingkatan yang didasarkan pada jenjang pendidikan/sekolah dan jenis mata pelajaran/bidang studi. Berdasarkan jenjang pendidikan terdapat MGMP SMP dan MGMP SMA, sedangkan berdasarkan jenis mata pelajaran untuk jenjang SMP contohnya adalah MGMP Sains/Pengetahuan Alam, MGMP Matematika, MGMP Bahasa Inggris dan sebagainya. Untuk jenjang SMA antara lain MGMP Biologi, MGMP Fisika, MGMP Kimia, MGMP Matematika, MGMP Bahasa Indonesia dan sebagainya. Untuk setiap jenjang dan jenis, secara hierarki MGPM dibagi ke dalam MGMP Pusat, MGMP Wilayah dan MGMP Sekolah. Di tingkat Sekolah Dasar bentuk organisasi yang mengarah ke pembinaan profesional guru adalah Kelompok Kerja Guru (KKG). Pembinaan profesional guru pada tingkat sekolah tempat guru melaksanakan tugas dilakukan oleh Kepala Sekolah dan MGMP sekolah. MGMP Sekolah dalam melakukan pembinaan profesional dilaksanakan dalam bentuk pertemuan periodik untuk mendiskusikan peningkatan kualitas pembelajaran. Kepala Sekolah melakukan pembinaan profesional secara internal dalam bentuk supervisi akademis dan non akademis kepada para guru. Mekanisme Pembinaan Profesional Guru untuk memecahkan permasalahan belum terpenuhinya sebagian aspek persyaratan keprofesionalan guru, diperlukan suatu sistem pembinaan profesional guru secara berkesinambungan. Dalam pasal 39 ayat (2) UU SISDIKNAS dinyatakan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada msyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Tersuratnya sebutan profesional untuk tenaga pendidik (guru), menuntut harus dipenuhinya berbagai persyaratan profesional oleh guru.
Manejemen pembinaan profesional guru dilakukan dengan pendekatan TQM yang mendudukan setiap orang sebagai manajer dalam posisinya dan semua komponen terlibat di dalamnya (Sallis, 1993). Berdasarkan prinsip TQM, dalam pelaksanaan pembinaan profesional guru diarahkan harus terjadi tarnsformasi budaya dari budaya tradisional ke budaya mutu (cultural change), serta proses perbaikan/peningkatan dilaksanakan secara berkesinambungan (continuous improvement).
Sebagai contoh program penataran guru untuk kemampuan guru dalam menguasai bahan ajar (content) seharusnya dilaksanakan secara terencana dengan tujuan yang jelas dan metode sesuai. Apabila kegiatan penataran ini dilakukan asal tugas penyelenggaraan selesai tidak akan berdampak pada peningkatan kemampuan guru-guru tersebut. Dalam kaitan ini budaya “asal selesai” seharusnya diubah kepada budaya “penyelenggaraan berkualitas” untuk membina profesionalisme guru telah tersedia berbagai lembaga atau organisasi profesi baik di tingkat pusat maupun daerah. Lembaga/organisasi tersebut dipersiapkan Pusat dan Daerah untuk membantu para guru dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan mengajar. Komponen-komponen tersebut dapat dibagai menjadi dua kategori yaitu, kategori struktural dan kategori non-struktural. Komponen Pembina yang termasuk kategori struktural antara lain Kepala Sekolah, Pengawas, LPMP, P4TK. Sedangkan yang termasuk kategori non-struktural antara lain MGMP, KKG, PGRI, dan lain-lain.
Itulah berbagai macam usaha pemerintah dalam meningkatkan keprofesionalisasi guru dan mencapai tujuan pendidikan nasional. Namun masih ada juga permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Mutu pendidikan kita masih jalan di tempat—jika tidak bisa dikatakan mundur, dibandingkan negara tetangga yang pernah belajar dari guru-guru Indonesia. Kualitas guru beberapa puluh tahun terakhir ini semakin menurun. Indikatornya, rendahnya daya saing para lulusan. Para lulusan menambah antrean panjang pengangguran.  
Perilaku siswa adalah cerminan kondisi guru. Beberapa gurunya di sekolah tidak lagi mendidik, melainkan hanya mengajar sehingga sudah merasa puas hanya dengan deretan angka di rapor/STTB. Besarnya angka-angka itu—yang sering palsu—dijadikan indikator meningkatnya mutu pendidikan. Indikator yang palsu ini telah menyesatkan.
Kembali ke masalah kualitas guru, bagaimana sesungguhnya kualitas guru di SD, SLTP, SMU, SMK? Dari segi ijazah tampaknya  memadai bahkan banyak melampaui syarat minimal bahkan mengantongi ijazah Magister (S2). Dengan dilampaui syarat minimal belum menjadi jaminan pula kinerjanya lebih baik. Motivasi para guru mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi sangat menentukan. Tidak banyak yang bisa diharapkan kalau motivasi hanya mencari gelar. Tampaknya para guru kita belum banyak bergulat dalam meningkatkan kualitas dirinya selaku guru. Keikutsertaanya dalam seminar, lokakarya, pelatihan, lebih banyak karena sertifikatnya atau perintah atasan. Ternyata kegagalannya selalu dilimpahkan kepada orang lain, seperti siswa, orang tua, atasan, masyarakat walaupun ada benarnya. Bergulatlah untuk mengatasi semua hambatan itu.
Ada guru tidak mau masuk kelas beberapa kali karena masalah sepele. Sikap guru yang suka  ngambul ini tentulah belum bisa dikatakan dewasa. Fenomena guru “ngambek” ini bukan asing lagi di mata anak. Karena guru tidak membiasakan murid untuk protes, maka persoalan guru yang belum dewasa ini nyaris tidak terdengar. Kepala sekolah pun ewuh pakewuh dan tidak melaporkan gurunya yang sering ngambek ini kepada atasannya—mungkin  takut dikatakan tidak bisa membina.
Pembinaan guru sangatlah penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Pembinaan guru selama ini adalah dari kepala sekolah dan pengawas. Karena sibuknya kepala sekolah menerima tamu, masalah administrasi  dan keuangan sering kinerja guru di kelas tidak terpantau. Pengawas pun jarang memantau ke kelas dengan berbagai alasan. Pengawas tampaknya belum menyadari bahwa pembinaannya sangat berarti dalam meningkatkan kinerja guru. Membina guru hanya lewat kehadiran di waktu rapat untuk berceramah tidak akan banyak meningkatkan kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sebetulnya Depdiknas telah berupaya meningkatkan kinerja para pengawas dengan cara menjadikan pengawas mata pelajaran. Pelaksanaannya? Masih seperti dulu yakni pengawas sekolah. Entahlah di mana hambatannya.
Pengangkatan pengawas dari Pemkot/Pemkab hendaknya bukan lagi menampung usia pensiun atau karena mantan pejabat. Profesionalisme betul-betul menjadi pertimbangan dan yang tidak kalah pentingnya adalah tunjangannya. Ataukah, para bupati/walokota lupa akan pentingnya kehadiran seorang pengawas sekolah yang profesional sehingga masalah profesionalisme pengawas kurang mendapat perhatian. Misalnya, bagaimana bisa melaksanakan tugas untuk membina guru kalau tidak pernah menjadi guru. Menjadi pengawas bukanlah memarahi guru, melainkan membina bahkan sebagai mitra kerja. Bila perlu, pengawas memberikan contoh cara pembelajaran materi tertentu jika guru mengalami kesulitan di kelas.
Sehubungan pembinaan guru, penataran/pelatihan guru sering dikatakan menghabiskan dana yang tidak sedikit namun belum banyak berarti dalam peningkatan kinerga para guru. Pendapat ini ada benarnya. Ada beberapa kendala/kelemahan yang ada. Pertama, motivasi guru—tentu  tidak semuanya—sangat rendah dalam mengikuti kegiatan. Mereka sekadar ikut karena taat perintah kepala sekolah atau sekadar mendapatkan serifikat untuk kenaikan pangkat. Kedua, ada yang berpikir negatif sebelum kegiatan dimulai baik terhadap nara sumber atau guru pendamping walau guru yang bersangkutan kinerjanya di sekolah belum dapat dikatakan baik. Akhirnya, beberapa pengalaman berharga dalam pelatihan lewat negitu saja. Ketiga, ada guru terlalu banyak berharap namun tanpa kreatif dalam kegiatan. Semestinya dalam kegiatan inilah terjadi tukar pengalaman atau berdiskusi tentang permasalahan yang dihadapi di sekolah. Keempat, sistem pelatihan perlu disempurbakan. Setelah kegiatan seolah proyek sudah selesai. Hendaknya ada  tindak lanjutnya di lapangan. Setelah pelatihan perlu ada pemantauan/pembinaan beberapa bulan di sekolah tempat tugas peserta oleh nara sumber atau tim pelatih (instruktur). Di samping itu pemantauan/pembinaan juga berfungsi untuk mengevaluasi apakah kegiatan pelatihan  efektif atau tidak.
Jadi, kegiatan pelatihan tidak selesai dalam beberapa hari saja sebab akan cendrung teori tanpa praktek. Pelatihan guru sesungguhnya tidak pernah berhenti karena guru adalah seorang pembelejar. Guru tidak akan bisa membelajarkan siswanya kalau ia sendiri tidak belajar atau berlatih terus-menerus.
Bila kita lihat dari keterangan di atas bahwa sebenarnya tugas seorang guru itu sangatlah kompleks. Tapi sebenarnya semua kembali ke unsur motivasi instrinsik guru tersebut. Yakinlah ketika seseorang mencintai sesuatu maka dia akan melakukan yang terbaik untuk yang dicintainya. Hal ini sama dengan ketika guru mencintai profesinya, tidak menganggap sebagai beban hidup, maka guru tersebut akan melakukan yang terbaik untuk anak didiknya.
Guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat. Karena apapun ceritanya keprofesionalan akan muncul jika rasa cinta terhadap profesi tertanam di dalam hati seorang guru. Jika itu sudah menjadi darah daging bagi setiap jiwa guru maka pasti akan lahir kembali ibu muslimah-ibu muslimah yang lebih baik.
Untuk mewujudkan harapan mulia, mencerdaskan kehidupan bangsa, sangat diperlukan kemauan, semangat, kerjasama, dan pengorbanan dari para guru itu sendiri. Apa pengorbanan yang diharapkan? Pengorbanan itu  dapat berupa pemikiran, waktu, tenaga bahkan biaya dari para guru itu sendiri. Mengapa guru harus berkorban? Sebab usaha untuk mewujudkan peningkatan profesional guru tidak mungkin berhasil bila di tumpukan hanya pada pembinaan dari pemerintah saja tanpa didukung masyarakat terlebih bila tidak didukung oleh guru itu sendiri. Bukankah semakin tinggi keberhasilan yang ingin kita raih  dalah hidup ini, konsekuensinya tentu semakin besar  pula pengorban yang harus kita keluarkan.




BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian, tanggung jawab, dan rasa kesejawatan yang didukung oleh etika profesi yang kuat. Karena apapun ceritanya keprofesionalan akan muncul jika rasa cinta terhadap profesi tertanam di dalam hati seorang guru. Jika itu sudah menjadi darah daging bagi setiap jiwa guru maka pasti akan lahir kembali guru profesional. Untuk mewujudkan peningkatan profesional guru tidak mungkin berhasil bila di tumpukan hanya pada pembinaan dari pemerintah saja tanpa didukung masyarakat terlebih bila tidak didukung oleh guru itu sendiri.

B.     Saran
Sebagai mahasiswa, apalagi calon guru/pendidik bangsa, jangan jadikan isu yang di ambil negatifnya. Tetapi kita harus kritis, jangan mudah terpengaruh dan ikut-ikutan. Yang terpenting adalah ketika kita sudah memilih jalan ini, yaitu sebagai calon guru, maka berarti kita sudah mengorbankan diri kita untuk anak-anak bangsa. Apapun yang dilakukan olah pemerintah, jika guru belum dapat memaknai arti profesinya, akan sulit untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

DAFTAR PUSTAKA